Memburu Lailatul Qadar atau pergi berjihad ???
Lailatul Qadar
adalah malam segala kemuliaan, malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Jika pada
malam itu kita melakukan kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan
kebajikan semisal dalam rentang waktu 83 tahun 4 bulan. Maka sangat tegas dalam
hadits disebutkan orang yang terhalang dari kebaikan Lailatul Qadar atau
kebaikan bulan Ramadhan ini sungguh-sungguh telah terhalang dari seluruh
kebajikan. Maka amat merugilah orang yang keluar dari bulan Ramadhan dalam
keadaan tidak terampuni dosanya.
Imam Bukhari
dalam shahih-nya kitabul iman hadits ke 35 meriwayatkan :
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
رضِيَ اللّه عَنْهُ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu
Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ bahwasanya Rasulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda :
”Barang
siapa melakukan qiyam (sholat tarawih dan witir) pada malam lailatul qadar
karena iman dan mengharap pahala Allah, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”.
Bandingkan
perbedaan lafal hadits ini dengan hadits yang menerangkan shiyam dan qiyam
Ramadhan, yang menggunakan kata kerja lampau (fi’il madhi) مَنْ قَامَ dan مَنْ صَامَ :
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
رضِيَ اللّه عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلمbersabda : “Barangsiapa
(telah) melakukan qiyam Ramadhan
(sholat tarawih dan witir) karena iman dan mengharap pahala Allah, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رضِيَ
اللّه عَنْهُ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah اللّه عَنْهُ رضِيَ, ia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : “Barangsiapa (telah) melakukan
shiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu”.
Hadits qiyam
Ramadhan pada malam Lailatul Qadar ini menggunakan lafal kata kerja sekarang
(fi’il mudhari) مَنْ
يَقُمْ. Ada rahasia apakah dibalik hal ini ? Imam Al
Kirmani, sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari
Syarhu Shahih Bukhari 1/123 mencoba mengungkap rahasia ini. Menurut beliau,
karena qiyam dan shiyam Ramadhan itu sudah pasti terlaksana, siapapun bisa
melaksanakannya, sehingga dipakai kata kerja lampau. Berbeda dengan Lailatul
Qadar, tak sembarang orang mampu meraihnya. Juga tidak bisa dipastikan kapan
waktunya. Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan Imam Ash Shan’ani dalam Subulus
Salam 2/176 bahkan menulis, ada lebih dari 30 pendapat para ulama dalam
menentukan kapan waktu Lailatul Qadar. Sebagian ulama mencatat, penentuan waktu
Lailatul Qadar merupakan masalah yang paling banyak diperdebatkan para fuqaha’.
Kita tak perlu
bersusah payah meneliti pendapat mereka, yang jelas menurut pendapat yang kuat
berada pada sepuluh malam yang terakhir atau tujuh malam terakhir. Yang lebih
jelas lagi, segera beramal sholih menggunakan setiap detik usia kita di bulan
Ramadhan untuk kebaikan. Jangan lewatkan begitu saja tanpa membawa pahala.
Dus, memang
betul-betul susah mencari Lailatul Qadar itu. Kita semua harus berusaha keras
beramal sholih dan berdo’a supaya dikaruniai Lailatul Qadar. Bukankah dalam
setahun hanya satu malam saja, itupun belum tentu mendapatkannya. Maka, kenapa
masih bermalas-malasan ? Lailatul Qadar hanya akan diraih oleh mereka yang
benar-benar ikhlas, dan sejak awal Ramadhan memang beramal sebanyak mungkin.
Bukan oleh orang-orang yang mengejar pada malam-malam tertentu, sementara pada
sebagian malam lainnya tidak bersungguh-sungguh. Barangkali, i’tikaf merupakan
sarana terbaik untuk mengejar sang buruan ini.
Kita tidak
mengetahui bagaimana perasaan orang yang mendapatkan Lailatul Qadar itu.
Barangkali seakan dunia menjadi miliknya. Barangkali seakan sudah memiliki
segala-galanya. Dan barangkali lainnya.
Namun wahai
saudaraku, tanpa mengecilkan keagungan Lailatul Qadar yang telah dinashkan oleh
Al Qur’an dan As sunnah Ash Shahihah ini, maukah saya, anda dan kita semua, umat
Islam, ditunjukkan sesuatu yang lebih baik dari qiyam Ramadhan pada malam
lailatul Qadar??? Sesuatu yang datangnya juga dari Rasulullah, dan diperhatikan
betul oleh shahabat-shahabatnya ? Lho. Memangnya ada yang lebih baik dari Lailatul
Qadar…???
Ya…tentu saja
ada.
عَنِ بْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
أَلاَ أُنَبِّأُكُمْ بِلَيْلَةٍ أَفْضَلَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ ؟
حَارِسٌ حَرَسَ فِي أَرْضِ خَوْفٍ, لَعَلَّهُ
أَلاَّ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ.
Dari Abdullah
bin Umar رَضِي اللَّه عَنْهَا dari
Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau
bersabda : “Maukah kalian aku beritahu dengan suatu
malam yang lebih baik dari lailatul qadar ? Itulah seorang yang hirasah (berjaga) di
daerah yang ditakuti (musuh akan menyerang), karena barangkali ia tak akan
kembali selama-lamanya kepada keluarganya”.
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ar Rawiyani dalam musnadnya. Syaikh Muhammad Nashirudien Al
Albani berkata : ”Sanad ini shahih, para perawinya perawi yang tsiqat, mereka
adalah para perawi Imam Bukhari kecuali Abdurahman bin ‘Aidz. Ia ini tsiqah
sebagaimana disebutkan dalam At Taqrib. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al
Hakim dalam Mustadraknya 2/80-81, Al Baihaqi dalam sunannya 9/149, dan Al
Mundziri dalam At Targhib wat Tarhib 2/154”.
Wahai
saudaraku…hadits ini shahih, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al
Jami’ Ash Shaghir dan Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah 6/739, no. 2811.
Hadits shahih
lainnya ;
مَوْقِفُ سَاعَةٍ فِي سَبِيلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةِ
الْقَدْرِ عِنْدَ اْلحَجَرِ اْلأَسْوَدِ
"Berdiri sesaat di jalan Allah (jihad) adalah
lebih baik dari melakukan qiyam
Ramadhan pada malam lailatul Qadar di sisi hajar Aswad". [HR. Ibnu Hiban dan Ibnu 'Asakir.
Dishahihkan syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits
Shahihah no.1068 dan Shahih Jami' Shaghir no. 6521]
Coba bayangkan
wahai saudaraku… anda berjaga-jaga di Poso, Ambon, Iraq, Afghanistan, Kashmir,
Chechnya, Moro atau bumi-bumi jihad lainnya… anda akan melewati hari-hari dan
malam-malam yang indah, hari dan malam yang lebih baik dari Lailatul Qadar.
Wahai
saudaraku…dalam setahun Lailatul Qadar hanya sekali saja, dan belum tentu kita
mendapatkannya…apalagi jika kita banyak dosa dan kurang rajin melaksanakan ketaatan.
Rasulullah menjanjikan jika anda di medan
ribath dan anda melakukan hirasah selama sebulan maka anda akan mendapati 30
malam yang lebih utama dari Lailatul Qadar.
Jika anda melakukan hirasah dan ribath satu tahun, anda akan mendapati
seluruh hari dalam satu tahun, sekitar 365 hari yang lebih baik dari Lailatul Qadar.
Jika anda hirasah satu hari, lima
jam atau satu jam, anda akan tetap mendapati yang lebih baik dari Lailatul
Qadar…!!!
Satu jam saja
???? Ya, kenapa tidak…bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
قِيَامُ سَاعَةٍ فِي الصَّفِّ لِلْقِتَالِ فِي سَبِيلِ اللهِ خَيْرٌ
مِنْ قِيَامِ سِتِّينَ سَنَةً
”Tempat kedudukan seorang di jalan Allah lebih
utama di sisi Allah dari shalat malam selama 60 tahun”. [HR. Ibnu Adi dan Ibnu Asakir dari
Abu Hurairah. Dishahihkan
syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami' Shaghir no. 4305]
Belum lagi
wahai saudaraku kalau anda di medan
ribath dan hirasah mendapati Lailatul Qadar---insya Allah---maka anda telah
mengumpulkan dua kebaikan. Lantas apalagi yang membuat anda bimbang ? Masihkan
janji beliau صلى
الله عليه وسلم ini kita
sia-siakan ? Tidakkah anda tergerak untuk ke arah itu ?
Tidakkah anda tergerak untuk memberangkatkan orang ke arah itu ? Sampai kapan anda bermimpi Islam akan
menang lewat demo-demo, diskusi-diskusi dan pernyataan sikap yang selama ini
dikerjakan ? Dengan sekedar do’a sekali dua yang dipanjatkan ? Sampai kapan
ukhuwah umat Islam beranjak dari kertas-kertas buku dan teori-teori di kepala
yang disampaikan lewat khutbah-khutbah di atas mimbar-mimbar ke alam kenyataan ?
Sampai kapan "jihad fi sabilillah
jalan kami" terterjemahkan dalam realita kehidupan ?
Saudaraku… tak
pernahkah kita mendengar :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ
بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
Dari Abu Sa’id Al Khudri اللّه عَنْهُ رضِيَ ia
berkata, Rasulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda : “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari saja
di jalan Allah (jihad), kecuali pasti Allah akan menjauhkannya dengan puasa
satu harinya itu wajahnya (dirinya) dari neraka sejauh 70 tahun”. [HR. Bukhari : Kitabul Jihad was Sair,
Muslim : Kitabush Shiyam, Tirmidzi : kitabu Fadhailil Jihad. An-Nasai :
kitabush Shiyam, Ahmad dan Ad-Darimi : Kitabul Jihad. Lafal ini lafal Imam
Muslim]
Saudaraku… tak
pernahkah kita mengkaji bahwa seluruh ulama pensyarah hadits menyebutkan hadits
puasa sehari fi sabilillah ini dalam bab jihad, berperang di jalan Allah. Saudaraku,
masihkah kita mengingkari kenyataan ini ? Masihkah kita berpura-pura yakin apa
yang kita kerjakan hari ini adalah yang terbaik bagi Islam, bagi saudara-saudara
kaum muslimin…???
Imam Ash
Shan’ani berkata : ”Rasulullah menggunakan kinayah (makna konotasi) selamatnya
dirinya dari adzab neraka dengan sabda beliau : ”kecuali pasti Allah akan
menjauhkannya dengan puasa satu harinya itu wajahnya (dirinya) dari neraka
sejauh 70 tahun”. [Subulus Salam
2/167]
Saudaraku… ini
baru shaum sehari di medan
ribath dan jihad. Maka bagaimana jika anda mampu berada di sana dua, tiga, empat atau lebih hari dari
hari-hari di bulan Ramadhan ??? Saudaraku, jika anda mampu berangkat, kenapa
masih lengket dengan bumi…???? Jika berhalangan dan hanya bisa memberangkatkan
orang lain, kenapa tak anda berangkatkan orang lain…??? Saudaraku, tak
pernahkan kita membaca surat
dari Sang Kekasih :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah
dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi
kehidupan kepada kamu”. (Qs. Al-Anfaal :
24)
Saudaraku…tak
pernahkah kita mengkaji ayat ini melalui kitab tafsir salafush shalih ? Tak pernahkah kita membaca perkataan Imam Al
Wahidi yang disebutkan Imam Ibnu Qayyim dalam A-Fawaid-nya : ”Dan mayoritas
ulama menyatakan bahwa makna firman Allah “suatu yang memberi kehidupan
kepada kamu” adalah jihad, dan ini merupakan pendapat Ibnu Ishaq dan
mayoritas ahlul ma’ani”.
Lupakah atau
tak tahukah kita wahai saudaraku… mengomentari perkataan Imam Al Wahidi dan
juga Imam Al Fara’, Imam Ibnu Qayyim berkata : ”Jihad adalah hal terbesar
yang membawa mereka kepada kehidupan : kehidupan di dunia, kehidupan di alam
barzakh dan kehidupan di akhirat”.
Tak tahukah
kita wahai saudaraku… Rasulullah ingin terbunuh sepuluh kali dalam jihad fi
sabilillah ? Tak tahukah kita wahai saudaraku… Imam Ibnu Taimiyah menegaskan
kesepakatan ulama, ribath di perbatasan seperti perbatasan Syam dan Mesir lebih
utama dari beribadah di tiga masjid suci Islam…lebih baik dari beribadah dan
tinggal di Masjidil Haram, Nabawi dan Aqsha. Beliau ditanya mana yang lebih
utama : beribadah di ketiga masjid suci ini atau ribath di daerah perbatasan
dengan daerah musuh. Jika kita masih ingat hadits-hadits seputar haji, maka
kita masih akan mengerti bahwa shalat di masjidil Haram nilainya 100.000 kali
shalat di masjid selainnya. Tahukah kita apa jawaban beliau terhadap pertanyaan
ini …???
Beliau
menjawab : ”Alhamdulillah, bahkan bertempat tinggal di daerah-daerah perbatasan
umat Islam seperti daerah perbatasan Syam dan Mesir lebih utama dari mujawarah
ketiga masjid (Al-Haram, Al-Nabawi dan Al-Aqsha) dan aku tidak mengetahui
adanya perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini. Lebih dari seorang ulama
telah menegaskan hal ini, hal itu dikarenakan ribath termasuk jenis jihad
sedang puncak dari mujawarah termasuk jenis haji, (sedang jihad lebih
utama dari haji ) seperti difirmankan Allah :
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ
وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَاليوْمِ الآخِرِ
وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَوُونَ عِندَ اللّهِ
”Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada
orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil haram, kamu samakan dengan
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan
Allah. Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
kaum yang zalim”. (Qs. At-Taubah : 19)
Beliau
kemudian menyebutkan hadits-hadits tentang hal ini, antara lain :
Dalam
ash-shahih’ain diriwayatkan, Nabi صلى الله عليه وسلم
ditanya tentang amalan yang paling utama, maka beliau menjawab iman kepada
Allah dan rasul-Nya. Beliau ditanya
lagi, maka beliau menjawab jihad fi sabilillah. Beliau ditanya lagi, maka
beliau menjawab haji mabrur.
غَزْوَةٌ فِي َسبِيلِ
اللهِ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ حَجَّةً
“Perang di jalan Allah lebih utama dari 70 kali
haji”.
[Majmauz Zawaid 5/281]
عَنْ سَلْمَانَ رضِيَ اللّه عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ
صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ
يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
Dari Salman Al Farisi رضِيَ اللّه عَنْهُ, ia berkata Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda
: “Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik dari
shaum dan qiyam satu bulan. Dan barang siapa mati dalam keadaan ribath, maka ia
mati dalam keadaan berjihad, pahala amalnya terus mengalir, rizkinya dialirkan terus dan ia akan aman dari dua malaikat
pembawa fitnah kubur (malaikat Munkar dan Nakir)”. [HR. Muslim, kitabul Imarah Bab Fadhlu
Ribath fi Sabilillah dan Majmauz Zawaid 5/290]
عَنْ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِي
اللَّه عَنْه يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ
أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَنَازِلِ
Utsman bin Affan رضِيَ اللّه عَنْهُ berkata,
Saya mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Ribath satu hari di jalan Allah
lebih baik dari 1000 hari di tempat lain”. [An Nasai, kitabul Jihad bab 39. Ad
Darimi kitabul Jihad bab 31]
Wahai
saudaraku…hadits-hadits shahih ini hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak
hadits masalah tentang amalan ini. Mari kita melihat shahabat yang paling
banyak menghafal sunnah beliau, yang tentunya termasuk jajaran ulama shahabat
dan tokoh hadits terkemuka di dunia ini. Itulah shahabat Abu Hurairah yang
hidupnya habis untuk menimba sunnah Rasulullah dan berjihad. Beliau berkata :
َلأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللهِ، أَحَبُّ
إِلَىَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ
اْلأَسْوَدِ
”Aku melaksanakan ribath satu malam di jalan Allah
lebih aku cintai dari aku melaksanakan qiyam Ramadhan pada malam Lailatul
Qadar di sisi Hajarul Aswad”. [lihat
selengkapnya Majmu’ Fatawa 28/ dan Al Fatawa Al Kubra 3/531-532].
Wahai
saudaraku… kebaikan apalagi yang kita harapkan. Jika anda mampu berangkat atau memberangkatkan
orang lain, kenapa tak anda lakukan ??? Minimal anda ber’azzam kuat dan berdo’a,
semoga kiranya suatu saat dikaruniai kesempatan indah dan agung tersebut.
Selanjutnya
wahai saudaraku…ingatlah, para ulama dengan tegas menyatakan fi sabilillah
dalam ayat 60 surat
At Taubah yang menjadi salah satu dari delapan kelompok penerima zakat adalah
para mujahidin dan kepentingan jihad. Ya, bukan selain itu. Bukan membangun
masjid, ma’had, madrasah, jalan raya, jembatan, gaji ustadz, dakwah atau
kepentingan lainnya. Takutlah kepada Allah. Inilah pernyataan para ulama salaf
yang konsisten dengan manhaj shahabah.
Inilah
pendapat mayoritas ulama salaf dari kalangan mufasirin, muhadditsin dan fuqaha’
yang teguh di atas kebenaran, seperti Imam Thabari (Jamiul Bayan 14/320, tahqiq
Ahmad Syakir), Al Qurthubi (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 9/185), Al Jashash
(Ahkamul Qur’an 3/156), Ibnul ‘Arabi (Ahkamul Qur’an 1/396), As Suyuthi (Ad
Durul Mantsur 3/252), Al Khazin (Lubabu Ta’wil Fi Ma’ani Tanzil 3/92), Asy
Syaukani (Fathul Qadir 2/373), Ibnu Hajar (Fathul Bari 3/259), Badrudien Al ‘Aini (Umdatul Qari 9/45), Abul
Hasan Al Mubarakfuri dan Al Khothobi (Ma’alimu Sunah 2/234-235), Ibnu Atsir Al
Jazari (An Nihayah fi Gharibil Hadits 2/245), Al Babarti (Al Hidayah Hamisyu
Fathil Qadir 2/17-18), (Al Fatawa Al Hindiyah 1/188), Abul Barakat Ahmad Dardir
(Asy Syarhul Kabir Hamisyu Hasyiyah Ad Dasuki 1/456), Asy Syafi’i (Al Umm
2/60), An Nawawi (Al Majmu’ Syarhul
Muhadzab 6/211), Ibnu Qudamah (Al Mu’ni’ wa Hasyiyatuhu 1/249), dan Ibnu Hazm (Al Muhalla 6/151).
Karena itu, Majelis
Hai’ah Kibaril Ulama Arab Saudi yang terdiri dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim,
Syaikh Abdullah bin Shalih bin Mani’, Syaikh Abdullah bin Abdurahman bin
Ghadyan dan Syaikh Abdurazaq Afifi dalam rapatnya tanggal 21 Sya’ban 1394 H di
Thaif menetapkan keputusan no. 2 tertanggal 21/8/1394 H bahwa makna fi
sabilillah dalam ayat penerima zakat ini adalah ghuzat fi sabilillah (para
mujahidin yang berperang di jalan Allah). [Majalatul
Buhuts Al Ilmiyah edisi 2, Syawal-Rabiul Awal 1395/1396 H]
Adapun mereka
---ustad, kyai, ulama, ajengan, syaikh dan doctor--- yang mencoba merubah dan
membelokkannya untuk membangun masjid, ma’had, madrasah, jalan raya, jembatan,
gaji ustadz, dakwah atau kepentingan lainnya, atau bahkan memutarnya untuk
usaha, membangun ekonomi umat, maka takutlah kepada Allah…takutlah kepada
Allah…takutlah kepada Allah…anda telah menahan harta Allah yang seharusnya
dipergunakan untuk meninggikan kalimat Allah, anda menggunakannya untuk
menghancurkan Islam….Na’udzubillah.
Bagaimana
tidak, bagian zakat fi sabilillah anda tahan, anda pergunakan tidak pada
tempatnya dengan berlandaskan pada pemahaman anda yang ”lebih benar dan lebih
luas” dari pemahaman salafush shalih ??? Berlandaskan pada pendapat anda dan
sebagian ulama zaman ini yang “tidak picik”, yang “lebih pandai” dari salafus
shalih ??? Maka mujahidin di Poso, Ambon, Moro, Kashmir, Chechnya, Palestina,
Afghanistan, Iraq dan ardhul jihad (bumi jihad) lainnya tak mendapatkan
amunisi, logistik, senjata… padahal dunia berkumpul untuk menghancurkan mereka,
untuk menenggelamkan Islam ke dasar samudra. Maka tidakkah anda takut kepada
Allah…??? Doktor macam apakah, ulama macam apakah yang lebih pandai dari para mufasirin
dan fuqaha’ salaf ??? Apakah pemahaman mereka lebih baik, lebih benar dan lebih
diridhai Allah melebihi pemahaman salaf ???
Kenapa bagian
zakat fi sabilillah diberikan untuk membangun masjid, madrasah, jalan raya,
yayasan Islam,dan seterusnya. Kenapa tidak sekalian saja diberikan kepada orang
yang shalat, membaca Al Qur’an, berdzikir, shaum, dan seterusnya ??? Bukankah
semuanya sama-sama mencari ridha Allah ???
Inilah bukti
kerusakan pemahaman mereka yang melenceng dari pemahaman salafush shalih. Wahai
saudara muslimin, renungkanlah. Telah lama kita berada dalam kesesatan, kehinaan,
jauh dari tuntunan shahabat dan Rasulullah. Jika anda belum mampu mengerjakan
ibadah agung ini, minimal niat, minimal niat ikhlash dan kesungguhan anda akan
dinilai Allah. Maka camkanlah baik-baik nasehat saudara muslim ini oleh anda
dan sebarkanlah kepada kaum muslimin, semoga kita semua berada di atas jalan
petunjuk Allah.
Wallahu A’lam Bish
Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar